Selasa, 14 Agustus 2012

Kulihat Tuhan Di Matanya

Kulihat Tuhan Di Matanya


“Shall we go for luch?”; Kata teman kantorku sambil berdiri didepan pintu ruangan tempat aku bekerja. ”Emh duluan aja deh, aku gak ikut, aku mau ke bank dulu, terus mau ke apotik”. Kataku. Hari jumat adalah tradisi kami untuk makan enak di City loft, tempat kami mencoba menu2 baru serta makanan yang kata orang enak.

Hari ini aku memang berniat untuk pergi ke ATM di gedung seberang yang letaknya dipisahkan oleh jalan Sudirman. Untuk sampai kesana aku harus melewati sebuah tangga penyebrangan yang menghubungkan antara dua sisi jalan yang bersebrangan.

Setiap hari aku memang selalu melewati tangga itu saat pulang kerja, dan menunggu bis di seberang jalan sana yang akan membawaku pulang. Ditangga itu selalu ku jumpai pengemis ibu2 berusia sekitar 30 tahunan yang selalu duduk mangkal disitu. Aku melihatnya sejak dia hamil tua, aku terkadang memberi dia uang receh saat melintas dihadapannya karena merasa iba.

Sekitar 3 minggu yang lalu aku melihatnya sudah melahirkan, dan dia masih mangkal disitu dengan bayi merahnya. Terkadang aku menaruh uang ribuan di wadah plastik yang ditaruh di hadapannya. Aku kadang berpikir kok tega banget ibu itu bawa bayi sekecil itu buat ngemis.

Dalam perjalanan menuju ke ATM, aku pun melewati tempat si ibu itu mangkal dan aku melihat ibu itu tengah membersihkan koreng2 di tangan bayi kecilnya. Betapa menyedihkan, bayi kecil yang harusnya mendapatkan perawatan yang khusus malah ikut berpanas-panasan dan diterpa debu jalanan, tak heran kulitnya mengalami iritasi dan dipenuhi koreng2. Hatiku terenyuh melihatnya, namun dalam batinku ada juga bisikan yang melarang untuk memberinya uang, ntar dia keenakan terus.

Aku memang menyiapkan selembar lima ribuan ketika aku selesai mengambil uang di ATM, namun pikiranku masih berkecamuk antara memberi dan tidak. Kenapa aku harus selalu peduli, orang miskin selalu ada disekitar kita, biar lah Tuhan sendiri mengutus malaikatNya untuk menolongnya. Kenapa si ibu itu gak kerja saja, kenapa dia hanya minta2 dan mengandalkan belas kasihan orang saja? Gak usah diberi saja biar dia dapat pelajaran.

Namun ketika aku lewat dihadapannya dan si ibu yang tadinya menunduk sambil membersihkan koreng2 ditangan bayinya tengadah dan aku yang sedang memperhatikan bayinya jadi terperangah sesaat karena tatapan kami beradu, aku melihat kepiluan dimata si Ibu itu, anaknya yang tanpa dosa harus hadir di dunia dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, aku pun tak kuasa melihatnya,sekilas kuteringat pada bayi kecil Yesus dipalungan di kandang domba Betlehem.

Ku keluarkan selembar lima ribuan yang memang telah kusiapkan dan ku taruh di gelas plastik tersebut. Dalam hati aku berkata aku tak akan lagi menahan kebaikan, biarlah aku tetap menjadi saluran berkat bagi orang lain, biarlah aku jadi malaikat penolong untuknya. Yang dia perlukan saat ini adalah uluran tangan, bukan argumentasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar