Selasa, 14 Agustus 2012

Tapak Mami

Tapak Mami


Suatu hari yang sibuk. Seorang ibu, di samping harus mengurus semua kegiatan rumah tangga, ia masih harus mengurus ke sepuluh anaknya. Namun saat-saat terakhir ini sang ibu merasa sangat capai. Dan semua kecapaiannya itu hanya diasalkan pada satu sumber yakni anak bungsunya yang bernama Len. Len kini berumur tiga tahun. Ke mana saja sang ibu itu pergi, apa saja yang sedang diperbuat oleh ibunya, Len pasti membuntutinya terus. Banyak kali sang ibu memohon agar Len bermain dengan boneka-boneka yang memang secara khusus dibelikan buatnya. Namun Len menjawab bahwa ia hanya ingin berada di belakang ibunya.

Setelah sekian lama sang ibu yang tadinya bersikap sabar dengan tingkah ulah Len, kini tak mampu lagi menahan pitamnya. Sang ibu membentaknya dan menyuruhnya untuk keluar dan bermain bersama kakak-kakaknya yang lain. Namun Len tetap saja membuntutinya.

'OK... sekarang saya tak mau lagi bekerja kalau engkau tetap saja membuntutiku.' Kata sang ibu sambil melototi si bungsu tersebut. 'Katakan padaku, mengapa engkau terus saja membuntuti aku?'

Len mengangkat wajahnya, sambil matanya yang mungil dan indah itu menatapi mata ibunya. Lalu ia berkata; ‘Mami... Guru di sekolah Minggu meminta agar kami senantiasa berjalan mengikuti tapak jalan yang ditinggalkan Yesus. Tapi saya tak pernah melihat Yesus. Karena itu saya memutuskan untuk mengikuti tapak Mami.’

Mendengar kata-kata yang polos itu, air mata menyembur dari mata sang ibu. Ia dilanda keharuan amat mendalam. Ia tidak lagi marah, namun sebaliknya merangkul Len yang baru tiga tahun itu sambil bersyukur berterima kasih memuji Tuhan atas rahmat yang diberikan dan diterima oleh wawasan Len yang sederhana itu.










Marilah kita untuk senantiasa seperti Maria berkata: ‘Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar